JENIS – JENIS
PENGANGGARAN SEKTOR PUBLIK
MAKALAH
Disusun
untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi Sektor Publik
yang
diampu oleh Ibu Siti Pratiwi Husain
Oleh
KELOMPOK II
DWI
NOVIKA DULLAH
AGUSTIANY NTESEO
DEWI RIANI GANI
AGUSTIANY NTESEO
DEWI RIANI GANI
ARIF
SUMA
EKA
NOVIANA SARI
FEBRYANTI
KADIR
ERMA
LUNETO
DESI
ARISANDI PAKAYA
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI
PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan
ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa memberikan rahmat dan
karunianya, sehingga penulis dengan segenap kemampuan dan kesanggupan dapat
menyelesaikan makalah ini. Berbagai hambatan dan tantangan yang ditemui dalam
penyelesaian makalah ini, namun dengan kesabaran, semangat, dan kerja keras
penulis akhirnya kendala-kendala tersebut dapat diatasi oleh penulis.
Makalah yang berjudul ”Jenis-jenis
Anggaran Sektor Publik” ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Akuntansi
Sektor Disamping itu, penulis juga
mengharapkan agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua dalam
meningkatkan pengetahuan kita terhadap Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik.
Sebagai manusia biasa yang tak
pernah luput dari kesalahan, penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah
ini masih banyak terdapat kekurangan yang harus diperbaiki. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis
mengucapkan banyak-banyak terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu
dalam penyelesaian makalah ini, dengan harapan semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat kepada kita semua. Amin.....
Gorontalo, November 2011
Kelompok 2
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................. 1
1.2. Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
1.3. Manfaat Penulisan....................................................................................... 2
BAB II. PEMBAHASAN
2.1.Perkembangan Anggaran Sektor Publik………………………………….. 3
2.2. Jenis-jenis Anggaran Sektor Publik………………………………………. 3
2.3.
Perubahan Pendekatan Anggaran……………………………………….... 10
BAB III. PENUTUP
3.1
Simpulan........................................................................................................ 17
3.2
Saran.............................................................................................................. 17
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................................... 18
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Anggaran
merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai selama
periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran
adalah proses atau metode untuk mempersiapkan suatu anggaran. Menurut National
Committee on Governmental Accounting (NCGA), saat ini Governmental Accounting
Standarts Board (GASB), definisi anggaran (budget) adalah rencana operasi
keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan
yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.
Dalam
organisasi sektor publik, penganggaran merupakan suatu proses politik. Pada
sektor swasta, anggaran merupakan bagian dari rahasia perusahaan yang tertutup
untuk publik, sebaliknya pada sektor publik anggaran justru harus
diinformasikan kepada publik untuk dikritik, didiskusikan, dan diberi masukan.
Perencanaan
dalam menyiapkan anggaran sangatlah penting. Bagaimanapun juga jelas
mengungkapkan apa yang akan dilakukan dimasa mendatang. Pemikiran strategis
disetiap organisasi adalah proses dimana manajemen berfikir tentang
pengintegrasian aktivitas organisasional ke arah tujuan yang beroerientasi
kesasaran masa mendatang. Semakin bergejolak lingkungan pasar, teknologi atau
ekonomi eksternal, manajemen akan didorong untuk menyusun stategi. Pemikiran
strategis manajemen, direalisasi dalam berbagai perencanaan, dan proses
integrasi keseluruhan ini didukung prosedur penganggaran organisasi.
Anggaran
sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu karena anggaran merupakan
alat bagi pemerintah untuk mengarahkan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas hidup masyarakat, anggaran juga diperlukan karena adanya
masalah keterbatasan sumber daya sedangkan keinginan masyarakat yang tak
terbatas dan terus berkembang, dan anggaran juga diperlukan untuk menyakinkan
bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat.
Pada dasarnya terdapat
beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor
publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki
perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah anggaran tradisional atau
anggaran konvensional dan pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan
New Public Management.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat
dirumuskan yaitu:
1)
Bagaimana perkembangan
Anggaran Sektor Publik?
2)
Apa saja jenis-jenis
Anggaran Sektor Publik?
3)
Apa saja perubahan
dalam pendekatan anggaran?
1.3
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penulis merangkum beberapa
tujuan penulisan yaitu untuk:
1)
Untuk menjelaskan
mengenai perkembangan Anggaran Sektor Publik.
2)
Untuk mendefinisikan
jenis-jenis Anggaran Sektor Publik.
3)
Untuk menjelaskan
perubahan dalam pendekatan anggaran.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
PERKEMBANGAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Sistem
anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan
multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal
tersebut terutama tecermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara
langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan.
Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter
sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi perencanaan
dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta
pencatatan atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan dengan cermat dan
sistematis.
Sebuah
sebagai sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak
perkembangan. Sistem perencanaan anggaran publik berkembang dan berubah sesuai
dengan dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan
yang muncul di masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa janis pendekatan
dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar
terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar. Kedua
pendekatan tersebut adalah: (a) Anggaran tradisional atau anggaran
konvensional; dan (b) Pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New
Public Management.
2.2
JENIS – JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1)
ANGGARAN TRADISIONAL
Anggaran
tradisional merupakan pendekatan yang banyak digunakan di negara berkembang
dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara
penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan
(b) struktur dan susunan anggaran yang bersifat line-item.
Ciri lain
melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung
sentralitis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip
anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak
mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan
bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang
besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi
tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan
pengawasan hanyalah tingkat keputusan penggunaan anggaran.
v
Incrementalism
Penekanan
dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan
pertanggungjawaban yang tersebut. Anggaran tradisional bersifat incrementalism,
yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang
sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar
untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian
yang mendalam. Pendekatan semacam ini tidak saja belum menjamin terpenuhinya
kebutuhan rill, namun juga dapat mengakibatkan kesalahan yang terus berlanjut.
Hal ini disebabkan karena kita tidak pernah tahu apakah pengeluaran periode
sebelumnya yang dijadikan sebagai tahun dasar penyusunan anggaran tahun ini
telah didasarkan atas kebutuhan yang wajar.
Masalah
utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian
terhadap konsep valuer for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan
efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran
tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money
ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang
pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya
kurang penting untuk dilaksanakan. Aktivitas-aktivitas susulan ini semata-mata
dimaksudkan untuk menghabiskan sisa anggaran. Apabila hal tersebut tidak
dilakukan akan berdampak pada alokasi anggaran tahun berikutnya. Hal ini
disebabkan karena pada pendekatan tradisional, kinerja dinilai berdasarkan
habis tidaknya anggaran yang diajukan dan bukan berdasarkan pada pertimbangan
ouput yang dihasilkan dari aktivitas yang dilakukan dibandingkan dengan target
kinerja yang dikehendaki (outcome).
Anggaran
tradisional yang bersifat “incrementalism” cenderung menerima konsep
harga pokok pelayanan historis (historic cost of service) tanpa
memperhatikan pertanyaan seperti:
- Apakah pelayanan tertentu yang dibiayai dengan pengeluaran pemerintah masih dibutuhkan atau masih menjadi prioritas?
- Apakah pelayanan yang diberikan telah terdistribusi secara adil dan merata di antara kelompok masyarakat?
- Apakah pelayanan diberikan secara ekonomis dan efisien?
- Apakah pelayanan yang diberikan mempengaruhi pola kebutuhan publik?
Akibat
digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item,
program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya
meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak dibutuhkan. Perubahan anggaran
hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi,
jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
v
Line-item
Ciri lain
anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang
didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran.
Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item
penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun
sebenarnya secara rill item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan
pada periode sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional
tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena
satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan
dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan
anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya
orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran.
Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat
penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan,
pendapatan darp pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja
barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan
pengeluaran yang dilakukan.
Kelemahan
Anggaran Tradisional
Dilihat
dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa
kelemahan, antara lain:
- Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
- Pendekatan incremental menyebabkan jumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
- Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumber daya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
- Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
- Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
- Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
- Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
- Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan 'manipulasi anggaran'.
- Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
2)
ANGGRAN PUBLIK DENGAN
PENDEKATAN NPM (New Public Management)
Sejak
pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang
cukup drastis dari sistem manajemen tradisionalyang terkesan kaku, birorkratis
,dan hierarkis menjadi model menajemen sektor publik yang feksibel dan lebih
mengakomodasi pasar perubahan tersebut telah merubah peran pemerintah terutama
dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang
muncul dalam menejemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
Model New Public Management mulai dikenal
tahun 1980-an dan kembali populer tahun 1990-an yang mengalami beberapa bentuk
inkarnasi, misalnya munculnya konsep “managerialism”
( Pollit, 1993 ); “market-based public
administration“ ( Lan,Zhiyong,And Rosenbloom, 1992 ) ; “post-bureaucratic paradigm” (Barzelay,
1992 ); dan “entrepreneurial government“
(osborne and gaebler, 1992). New Public Management
berfokus pada manajemen sektor publik yang beroroentasi pada kinerja, bukan
berorientasi kebijakan penggunaan paradigma New
Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah
di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya, dan
kompetisi tender.
Salah
satu model pemerintahan di era New Public
Management adalah model pemerintahan yang di ajukan oleh Osborne dan
Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandanganya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif baru
pemerintah menurut osborne dan gaebler
tersebut adalah :
1.
Pemerintahan
katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan
propduksi pelayanan publik.
Pemertintah
harus menyediakan beragam pelayanan
publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksi.
Sebaiknya pemerintah memfokuskan diri pada pemberian arahan, sedangkan produksi
pelayanan publik diserahkan pada pihak swasta dan/ atau sektor ketiga (lembaga
swadaya masyarakat dan nonprofit lainnya
). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai
pengecualian, dan bukan keharuasan:
pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan
oleh pihak non-pemerintah. Pada saat ini, banyak pelayanan publik yang dapat
diproduksi oelh sektor swasta dan sektor ketiga (LSM). Bahkan, pada beberapa
negara, penagihan pajak dan retribusi sudah dikelola oleh pihak non-pemerintah.
2.
Pemerintah
milik masyarakat : memberdayakan masyarakat
daripada melayani.
Pemerintah
sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi
masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri. Sebagai misal, masalah
keselamatan umum adalah juga merupakan tanggungjawab masyarakat, tidak hanya
kepolisian,. Karenanya, kepolisian semestinya tidak hanya memperbanyak polisi
untuk menaggapi peristiwa kriminal, tetapi juga membantu warga untuk memecahkan
masalah yang menyebabkan timbulnya tindak kriminal. Contoh lain: untuk dapat
lebih mengembangkan usaha kecil, berikanlah wewenang yang optimal pada asosiasi
pengusaha kecil untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
3.
Pemerintah
yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi
dalam pemberian pelayanan publik.
Kompetisi
adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas
pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan
kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Misalnya pada pelayanan pos negara,
akibat kompetisi yang semakin keras, pelayanan titipan kilat yang disediakan
menjadi relatif semakin cepat daripada kualitasnya di masa lalu.
4.
Pemerintah
yang digerakkan oleh misi: mengubah organisasi
yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
Apa yang dapat dan
tidak dapat dilakukan oleh pemerintah diatur dalam mandatnya. Namun tujuan
pemerintah bukanlah mandatnya tetapi misinya.
5.
Pemerintah
yang berorientasi hasil: membiayai hasil bukan
masukan.
Pada
pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja
ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah
yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan. Kebijakan seperti ini
kelihatannya logis dan adil, tapi yang terjadi adalah, unit kerja tidak punya
insentif untuk memperbaiki kinerjanya.justru, mereka memiliki peluang baru:
semakin lama permasalahan dapat dipecahkan, semakin banyak dana yang dapat
diperoleh.
Pemerintah
wirausaha berusaha mengambil bentuk penghargaan dan insentif itu, yaitu
membiayai hasil dan bukan masukan pemerintah daerah wirausaha akan
mengembangkan suatu standar kinerja yang mengukur seberapa baik suatu unit
kerja mampu memecahkan permasalahan yang menjadi tanggungjawabnya. Semakin baik
kinerjanya, semakin banyak pula dana yang akan dialokasikan untuk mengganti
semua dana yang telah dikeluarkan oleh unti kerja tersebut.
6.
Pemerintah
berorientasi pada pelanggan: memenuhi kebutuhan
pelanggan, bukan birokrasi.
Pemerintrah
tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan
pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus
disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa
DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah
pelanggannya. Bila DPR/DPRD dan para [pejabat eksekutif tidak menomorsatukan
kepentingan kelompoknya, maka pelanggan yang sebenarnya, yaitu masyarakat, akan
cenderung dilupakan. Dalam kondisi seperti ini, pemerintah tradisional akan
memenuhi semua kebutuhan dan keinginan birokrasi, sedangkan kepada masyarakat
mereka seringkali menjadi arogan.
Pemerintah
wirausaha tidak akan seperti itu. Ia akan mengidentifikasikan pelanggan yang
sesungguhnya. Dengan cara seperti ini, tidak berarti bahwa pemerintah tidak
bertanggungjawab pada dewan legislatif, tetapi sebaliknya, ia menciptakan
sistem pertanggungjawaban ganda:kepada legislatif dan masyarakat. Dengan cara
seperti ini, pemerintah tidak akan arogan tetapisecara terus menerus akan
berupaya untuk lebih memuaskan masyarakat.
7.
Pemerintah
wirausaha: mampu menciptakan pendapatan dan tidak
sekedar membelanjakan.
Pemerintah
tradisional cenderung tidak berbicara tentang upaya untuk menghasilkan
pendapatan dan aktivitasnya. Padahal, banyak yang bisa dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan dari proses penyediaan pelayanan publik. Pemerintah
daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS
dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentanng daerahnya kepada pusat-pusat
penelitian; BUMN/BUMD; pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para
pengusaha dan masyarakat; penyertaan modal; dan lain-lain.
8.
Pemerintah
antisipatif: berupaya mencegah daripada
mengobati.
Pemerintah
tradisional yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik
untuk memecahkan masalah publik. Pemerintah birokratis cenderung bersifat
reaktif: seperti suatu satuan pemadam kebakaran, apabila tidak ada kebakaran
maka tidak akan ada upaya pemecahan. Pemerintah wirausaha tidak reaktif tetapi
proaktif. Ia tidak hanya mencoba untuk mencegah, tetapi juga berupaya keras
untuk mengantisiasi masa depan. Ia menggunakan perencanaan strategis untuk
menciptakan visi.
9.
Pemerintah
desentralisasi: dari hierarki menuju partisipatif
dan tim kerja.
Lima
tahun yang lalu, pemerintah yang sentralistis dan hierarkis sangat diperlukan.
Pengambilan keputusan harus berasal dari pusat, mengikuti rantai komandonya
hingga sampai pada staf yang paling berhubungan dengan masyarakat dan bisnis.
Pada saat itu, sistem tersebut sangat cocok karena teknologi informasi masih
sangat primitif, komunikasi antar lokasi masih lambat, dan aparatur pemerintah
masih relatif belum terdidik (masih sangat membutuhkan petunjuk langsung atas
apa-apa yang harus dilaksanakan). Tetapi pada saat sekarang, keadaan sudah
berbeda. Perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/keinginan
masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak
yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser
ketangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya
masyarakat.
10.
Pemerintah
berorientasi pada (mekanisme) pasar:
mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan
mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
Ada
dua cara alokasi sumberda\ya, yaitu mekanisme pasara dan mekanisme
administratif. Dari kedauanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik
dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme
administratif, sedangkan pemerinah wirausaha menggunakan mekanisme pasar. Dalam
mekanisme administratif, pemerintah tradisional menggunakan pemerintah dan
pengendalian, mengeluarkan prosedurdan definisi baku dan kemudian memerintahkan
orang untuk melaksanakannya. Dalam mekanisme pasar, pemerintah wirausaha tidak
memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem
insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan
masyarakat.
Munculnya
konsep New Public Management berpengaruh
langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah
terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi
anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja. Berikut ini akan dibahas
jenis-jenis anggaran dengan pendekatan New Public Management.
2.3
PERUBAHAN PENDEKATAN
ANGGARAN
Reformasi
sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management
telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis
dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut,
munculnya beberpa teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik
anggaran kinerja.
Pendekatan
baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik
umum sebagai berikut:
1)
Komprehensif/komparatif
2)
Terintegrasi dan lintas
departemen
3)
Proses pengambilan
keputusan rasional
4)
Berjangka panjang
5)
Spesifikasi tujuan dan
perangkingan prioritas
6)
Analisis total cost dan benefit
7)
Berorientasi input,
output, dan outcome, bukan sekedar input.
8)
Adanya pengawasan
kinerja.
A.
ANGGARAN KINERJA
Pendekatan
kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran
tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolak ukur
yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran
pelayan public. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menakankan pada
konsep value for money dan pengawasan
atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan
pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam
proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut
anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Anggaran
kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada
pelaksanaan value for money dan
efektivitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran
tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan,
pemerintah akan menyalagunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (overspending). Menurut pendekatan
anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan
melalui penerapan internal cost awareness,
audit keuangan dan audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata
lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk menggunakan
dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang
ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan tersebut maka
diperlukan adanya program dan tolak ukur sebagai standar kinerja.
System
anggaran kinerja pada dasarnya merupakan system yang mencakup kegiatan
penyusunan program dan tolak ukur kinerja sebagai instrument untuk mencapai
tujuan dan sasaran program. Penerapan system anggaran kinerja dalam penyusunan
anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi
pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula
penetuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta
penentuan indicator kinerja yang digunakan sebagai tolak ukur dalam mencapai
tujuan program yang telah ditetapkan.
B.
ZERO BASED BUDGETING
(ZBB)
Konsep
Zero Based Budgeting dimaksudkan
untuk mengatasi kelemahan yang ada pada system anggaran tradisional. Penyusunan
anggaran dengan menggunakan konsep Zero
Based Budgeting dapat menghilangkan incrementalism
dan line-item karena anggaran
diasumsikan mulai dari nol (zero-base).
Penyusunan anggaran yang bersifat incremental
mendasarkan besarnya realisasi anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran
tahun depan, yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah
penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran
tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan
ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal yang baru sama sekali. Item
anggaran yang sudah tidak relevan dan tidak mendukung pencapaian tujuan
organisasi dapat hilang dari struktur anggaran, atau mungkin juga muncul item
baru.
v Proses Implementasi ZBB
Proses
implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1.
Identifikasi
unit-unit keputusan
Struktur
organsasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban. Setiap
pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan yang salah satu
fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero
Based Budgeting merupakan system anggaran yang berbasis pusat
pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu
unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil.
Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar yang
dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas, dinas-dinas dipecah lagi menjadi
subdinas-subdinas, subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya.
Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.
Setelah
dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya
adalah menyiapkan dokomen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket
keputusan.
2.
Penentuan
paket-paket keputusan
Paket
keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas
organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan
dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara
detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian
tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan
untuk mengindentifikasi berbagai alternative kegiatan untuk melaksanakan fungsi
unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap
alternative. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:
a.
Paket
keputusan mutually-exclusive
Paket keputusan yang
bersifat mutually-exclusive adalah
paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salat
satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua
alternative yang lain.
b.
Paket
keputusan incremental
Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha
yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu.
Terdapat base package yang
menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paketlain yang tingkat
aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level
aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap peket memiliki biaya
dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
3.
Meranking
dan mengevaluasi paket keputusan
Jika
paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah merenking semua paket
berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk
menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di
antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.
Ø Keunggulan ZBB
1.
Jika ZBB dilaksanakan
dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
2.
ZBB berfokus pada value for money
3.
Memudahkan untuk
mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
4.
Meningkatkan
pengetahuan dan motivasi staf dan manajer.
5.
Meningkatkan
partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran.
6.
Merupakan cara yang
sistematik untuk menggeser status-quo
dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternative aktivitas dan pola
perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
Ø Kelemahan ZBB
1.
Prosesnya memakan waktu
lama (time consuming), terlalu
teoritis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan
kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
2.
ZBB cenderung
menekankan manfaat jangka pendek.
3.
Implementasi ZBB
membutuhkan teknologi yang maju.
4.
Masalah besar yang
dihadapi ZBB adalah pada proses merenking dan mereview paket keputusan.
Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan dan
membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
5.
Untuk melakukan
peranking paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang mungkin
tidak dimiliki organisasi.
6.
Memungkinkan munculnya
kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran.
7.
Implementasi ZBB
menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi.
C.
Planning,
Programming, and Budgeting System (PPBS)
PBBS
merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori system yang
beriorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi
sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. System anggaran PPBS tidak
mendasarkan pada struktur organisasi tradisional dari divisi-divisi, namun
berdasarkam program, yaitu pengelompokkan aktivitas untuk mencapai tujuan
tertentu. PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukkan untuk
membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya. Hal
tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya,
sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaan tersebut
pemerintah dihadapkan pada pilihan alternative keputusan yang memberikan
manfaat paling besar pada pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS
memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut.
v Proses Implementasi PPBS
Langkah-langkah
implementasi PPBS meliputi :
1.
Menentukan tujuan umum
organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas.
2.
Mengidentifikasi
program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
3.
Mengevaluasi berbagai
alternative program dengan menghitung pos benevit dari masing-masing program.
4.
Pemilihan program yang
memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil.
5.
Alokasi sumber daya
kemasing-masing program yang disetujui.
PPBS
mensyarakatkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan
tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa
program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan
tersebar keseluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi
struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan
semacam kerangka bangunan dari desain system PPBS. Analisis program terkait
dengan kegiatan analisis biaya dan manfaat dari masing-masing program sehingga
dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal tersebut PPBS membutuhkan system
informasi yang canggih agar dapat memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan
organisasi. System pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil
(manfaat) program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.
v Karakteristik PPBS :
1.
Berfokus pada tujuan
aktivitas (program) untuk mencapai tujuan.
2.
Secara ekspkisit
menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan dating karena PPBS
berorientasi pada masa depan.
3.
Mempertimbangkan semua
biaya yang terjadi.
4.
Dilakukan analisis
secara sistematis atas berbagai alternative program, yang meliputi (a)
identifikasi tujuan, (b) identifikasi secara sistematik alternative program
untuk mencapai tujuan, (c) estimasi biaya total dari masing-masing alternative
program, dan (d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari
masing-masing alternative program.
v Kelebihan PPBS :
1.
Memudahkan dalam
pendeglasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajamen menengah.
2.
Dalam jangka panjang
dapat mengurangi beban kerja.
3.
Memperbaiki kualitas
pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost
awareness) dalam perencanaan program.
4.
Lintas departemen
sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordiansi, dan kerjasama antar
departemen.
5.
Menghilangkan program
yang overlapping atau bertentangan
dengan pencapaian tujuan organisasi.
6.
PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong
alokasi sumner daya secara optimal.
v Kelemahan PPBS :
1.
PPBS membutuhkan system
informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya system pengukuran, dan staf
yang memilih kapabilitas tinggi.
2.
Implementasi PPBS
membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhksn teknologi yang canggih.
3.
PPBS bagus secara
teori, namun sulit untuk diimplemantasikan
4.
PPBS mengabaikan
realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks
5.
PPBS merupakan teknik
anggaran yang statistically oriented.
Penggunaan stastisti kadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program.
Statistic hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
6.
Pengaplikasian PPBS
menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat program atau kegiatan
yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya.
Semnetara itu system akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.
v Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS :
1.
Bounded
rationality, keterbatasan dalam menganalisis
semua alternative untuk melakukan aktivitas.
2.
Kurangnya data untuk
membandingkan semua alternative, terutama untuk mengukur output.
3.
Masalah ketidakpasian
sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik, dan ekonomi.
4.
Pelaksanaan teknik
tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.
5.
Kesulitan dala
menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika terdapat pertentangan
kepentingan (confict of interest).
6.
Seringkali tidak
memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan tepat.
7.
Terdapat hambatan
birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah (resistence to change).
8.
Pelaksanaan teknik
tersbut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik.
Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “tecnoratic”
yang hal tersebut bisa mempengaruhi proses anggaran.
9.
Pada akhirnya,
pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.
BAB
III
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Anggaran
sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus
dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi pengendalian dan
pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan
atas penerimaan dan pengeluaran harus dilakukan
dengan cermat dan sistematis.
Terdapat
dua pendekatan dalam penyusunan angaran sektor publik, yaitu pendekatan
tradisional dan pendekatan New Public
Management. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari
sistem tradisional. Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis,
yaitu anggaran kinerja, ZBB, dan PPBS. Anggaran dengan pendekatan NPM sangat
menekankan pada konsep value for money
dan pengawasan atas kinerja output.
Perubahan
dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM
merupakan bagian penting dari reformasi anggaran. Reformasi anggaran sektor
publik dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan
publik dan menekankan value for money. Beberapa
jenis anggatan dengan pendekatan NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja
perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada masing-masing
jenis anggaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem
anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan
teknologi yang dimiliki oleh pemerintah.
4.2
Saran
Dalam penyusunannya, anggaran harus transparansi
baik dalam bentuk penerimaan maupun pengeluaran dan anggaran dapat dimanfaatkan
dengan sebaik-baiknya demi mencapai mencapai tujuan organisasi yaitu
mensejahterakan masyarakat.
DAFTAR
PUSTAKA
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik.
Jogjakarta: Penerbit ANDI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar